Mengenal 5 Alat Musik Tradisional Indonesia yang Belum Banyak Diketahui

Mengenal 5 Alat Musik Tradisional Indonesia yang Belum Banyak Diketahui
info gambar utama

Sejak tahun 1982, setiap tanggal 21 Juni diperingati sebagai Hari Musik Sedunia (World Music Day), yang inisiasinya dimulai oleh Prancis melalui Menteri Seni dan Budayanya yang bernama Jack Lange, dan seorang komposer jalanan Kota Paris bernama Maurice Fleuret.

Meski Indonesia sendiri memiliki peringatan Hari Musik Nasional yang jatuh setiap tanggal 9 Maret, namun hingga kini Indonesia juga menjadi salah satu dari 120 negara yang turut memeriahkan peringatan tersebut.

Hari Musik Sedunia sebenarnya memang diperingati untuk menghargai sumbangsih karya para musisi di berbagai belahan dunia. Selain itu peringatan ini juga menjadi kesempatan bagi musisi-musisi profesial dan non-profesional, untuk menunjukkan bakat yang dimiliki.

Namun berkaitan dengan musik, belum lengkap rasanya jika tidak membahas berbagai macam instrumen alat yang menjadi bagian penting dan tak bisa dipisahkan dari musik itu sendiri. Apalagi di dunia ini, terdapat berbagai jenis alat musik yang dimiliki masing-masing negara dan tak terhitung berapa banyaknya termasuk di Indonesia.

Sebagai negara yang kaya akan budaya, kekayaan yang dimiliki Indonesia juga datang dari berbagai jenis alat musik tradisional. Selama ini yang banyak dikenal dan sudah mendunia di antaranya terdiri dari angklung, kecapi, gamelan, dan suling.

Padahal selain itu, masih ada ragam alat musik tradisional yang tak kalah unik dan dimiliki berbagai penjuru daerah di tanah air. Apa saja ragam alat musik yang dimaksud? Berikut 5 di antaranya:

Tehyan, Lalove, dan Alat Musik Tradisional Indonesia yang Belum Banyak Diketahui

Serune Kalee

Serune kalee merupakan alat musik tradisional yang masuk dalam kategori instrument tiup dan berasal dari Aceh. Dikenal juga dengan sebutan Serunai, penamaannya berasal dari istilah ‘serune’ yang berarti alat musik tradisional Aceh, serta ‘kalee’ yang merujuk pada daerah Kale di kabupaten Aceh Besar.

Selain Aceh Besar, alat musik satu ini dapat ditemukan di sebagian besar wilayah Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Barat. Sudah diresmikan sebagai satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kemdikbud, bentuk alat musik satu ini ramping di bagian pangkalnya sebagai sisi peniup. Kemudian semakin melebar seperti corong pada bagian ujungnya.

Serune kalee yang masih bersifat sangat tradisional dibuat dari bahan berupa kayu nangka dan andalas, di mana prosesnya menggunakan dua cara yakni secara manual atau menggunakan mesin. Pada bagian tubuh alat, biasanya diberikan berbagai macam ukiran dan hiasan.

Masyarakat lokal di Aceh biasa menggunakan alat musik tradisional satu ini bersama alat musik tradisional lain layaknya Rapai dan Gendang, pada berbagai acara hiburan atau penyambutan tamu kehormatan.

Sape

Dikenal juga dengan nama Sampe atau Sampek, jika dilihat sekilas bentuknya memang menyerupai gitar. Hanya saja alat musik satu ini tidak memiliki lubang di bagian tengahnya. Cara memainkannya pun sama-sama dipetik.

Sape juga paling dikenal sebagai alat musik tradisional yang dimiliki oleh masyarakat adat Suku Dayak, Kalimantan. Bagi masyarakat Dayak, sape seperti bagian dari kehidupan mereka yang digunakan untuk menyatakan perasaan baik itu gembira, sedih ataupun duka yang tidak dapat tergambarkan.

Dulunya alat musik ini kerap digunakan saat pesta rakyat atau gawai Dayak diadakan, dan diiringi dengan tarian khas Dayak yang disertai dengan aksesoris khas seperti burung murai dan manik-manik. Ada juga yang menyebut jika dulunya alat musik ini digunakan untuk mengiringi proses pengobatan seseorang yang terserang penyakit.

Sedikit membahas mengenai jenisnya, macam sape dibedakan berdasarkan jumlah dawai yang dimiliki. Ada yang terdiri antara empat sampai enam dawai, namun selain itu ada pula Sape yang berdawai dua, jenis tersebut disebut Sape’ Karaang yang biasa digunakan untuk mengiringi tari-tari dengan gerakan menghentak.

Sape memiliki nada khas yang ketika dimainkan sangat lembut dan menyentuh hati bagi yang mendengarnya. Di masa kini, alat musik Sape tersebar di wilayah Samarinda, Malinau, Kutai Barat, dan Mahakam Ulu.

Pesona Sape Alat Musik Khas Dayak

Polopalo

Polopalo merupakan alat musik tradisional yang berasal dari semenanjung Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Berjenis idiofon atau golongan alat musik yang sumber bunyinya diperoleh dari badannya sendiri, maksudnya alat ini baru mengeluarkan bunyi apabila dipukul atau memperoleh pukulan.

Terbuat dari bambu, bentuk Palopalo menyerupai garputala raksasa dan teknik memainkannya adalah dengan memukulkan ke bagian anggota tubuh lutut. Untuk menghasilkan ritme yang unik, pada perkembangannya Polopalo dimodifikasi sehingga terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan ukuran.

Ada 3 jenis Polopalo, yaitu yang berukuran besar, sedang, dan kecil. Semakin kecil ukuran Polopalo maka semakin tinggi nada yang dihasilkan.

Selain itu, kini Polopalo juga sudah dibuatkan alat pemukul dari kayu yang dilapisi karet agar mempermudah dan membantu dalam proses memainkannya. Hal tersebut bertujuan untuk memberi dampak anggota tubuh yang tidak sakit bagi pemainnya, sekaligusmenghasilkan bunyi yang semakin nyaring.

Dimainkan oleh beberapa orang dengan menyesuaikan komposisi yang telah dibuat. Secara otomatis musik Polopalo kini sudah bisa menghasilkan tangga nada. yang bisa dikomposisikan menjadi suatu karya musik seperti layaknya kelompok musik angklung.

Bundengan Alat Musik Tradisional yang Berawal dari Pelindung Gembala

Heo

Alat musik heo
info gambar

Alat musik tradisional kali ini datang dari daratan Pulau Timor, atau lebih tepatnya khas Suku Dawan Timor, di Nusa Tenggara Timur (NTT). Berjenis alat musik gesek yang terbuat dari kayu, uniknya Heo memiliki penggesek yang terbuat dari ekor kuda yang telah dirangkai sedemikian rupa menjadi sebuah ikatan pada kayu penggesek yang berbentuk seperti busur.

Keunikan tak berhenti sampai di situ, disebutkan bahwa dawai pada alat musik heo ternyata terbuat dari usus kuskus yang telah dikeringkan. Dari segi nada yang dihasilkan, Heo memiliki empat senar di mana masing-masing senar memiliki nama tersendiri, yaitu:

  • Dawai 1 (paling bawah): tain mone, berarti ‘tali laki-laki’, bernada ‘sol’
  • Dawai 2: tain apa, berarti ‘tali anak’ (kecil), bernada ‘re’
  • Dawai 3: tain feto, berarti ‘tali perempuan’, bernada ‘la’
  • Dawai 4: tain ena, berarti ‘tali induk’, bernada ‘do’

Guoto

Tak ketinggalan, wilayah paling Timur Indonesia yakni Papua juga memiliki berbagai alat musik tradisionalnya sendiri, di mana salah satu yang bisa diketahui adalah Guoto. Secara spesifik berasal dari daerah Papua Barat, Guoto masuk kategori alat musik kordofon atau yang dimainkan dengan cara dipetik.

Bahan utama senarnya sendiri berbeda dengan alat musik petik lain, karena dibuat dari bambu yang disisit menggunakan pisau. Biasanya memiliki empat buah senar dengan jarak tertentu antara senar satu dengan yang lainnya.

Rangkaian senar tersebut dilengkapi dengan kayu kecil dibagian bawahnya, yang berfungsi untuk memberikan ketegangan pada senar dan dapat mengeluarkan suara yang berbeda saat dipetik. Lain itu kedua pangkal dan ujung senar Guoto biasanya diikat oleh tali yang terbuat dari rotan, dan kulit lembu yang telah dikeringkan.

Biasanya, alat musik satu ini dimainkan dengan instrument musik tradisional Papua Barat lainnya, untuk menyambut tamu, mengiringi tari, dan dalam pelaksanaan ritual adat setempat.

Alat Musik Berdawai Kebanggaan Masyarakat Rote Itu Bernama Sasando

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini