Kita semua pasti tahu jika Kota Aceh terkenal lewat julukannya, “Serambi Mekkah”. Julukan tersebut rupanya tidak lepas dari sejarah Kerajaan Aceh atau Kesultanan Aceh yang pernah berdiri di kota ini.
Kerajaan tersebut pernah meraih masa kejayaannya pada abad ke-17 lalu, sehingga memberikan pengaruh Islam yang signifikan, baik di Kota Aceh maupun daerah lainnya. Masa Kejayaan itu juga membuat Kota Aceh sebagai kiblat ilmu pengetahuan Islam di Nusantara.
Sejarah dan Pendiri Kerajaan Aceh
Awal mula berdirinya Kerajaan Aceh tidak lepas dari adanya Kerajaan Indra Purba yang berada di Lamuri. Saat itu, Pada tahun 1059-1069 Masehi, Kerajaan Indra Purba diserang tentara China. Untuk mengalahkan para tentara China, Kerajaan Indra Purba lantas mengajak Kerajaan Perlak sebagai sekutu, dimana kerajaan tersebut menyumbang 300 pasukan dengan Meurah Johan sebagai pemimpinnya.
Tentara China pun berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Indra Purba dan Kerajaan Perlak. Atas keberhasilan itu, Maharaja Indra Sakti selaku pemimpin Kerajaan Indra Purba menikahkan anaknya dengan Meurah Johan selaku pemimpin 300 pasukan Kerajaan Perlak.
Beberapa tahun setelahnya, Meurah Johan yang sudah bergelar Sultan Alaidin Johan menggantikan posisi Maharaja Indra Sakti yang telah wafat. Nama kerajaan pun lantas diganti menjadi Kerajaan Darussalam yang bertempat di Bandar Darussalam.
Pada tahun 1496, Sultan Ali Mughayat Syah yang merupakan generasi ke-11 dari Kerajaan Darussalam mengganti nama kerajaan menjadi Kerajaan Aceh Darussalam. Di waktu bersamaan, ia juga menyatukan kerajaan-kerajaan yang ia taklukan dan memastikan kerajaan-kerajaan tersebut berada di bawah naungan Kerajaan Aceh Darussalam.
Baca juga: Kerajaan Gowa Tallo: Kesultanan Islam Penguasa Maritim di Sulsel
Struktur Kerajaan Aceh dan Aturan yang Diberlakukan
Pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Kerajaan Aceh memiliki struktur kerajaan yang rapi dan sistematis. Secara garis besar, struktur Kerajaan Aceh bisa dijelaskan sebagai berikut:
- Kerajaan Aceh dipimpin oleh sultan yang diangkat secara turun-temurun, mewarisi sultan-sultan sebelumnya. Dalam kondisi tertentu, Kerajaan Aceh bisa mengangkat sultan dari bukan keturunan sultan, asalkan calon sultan tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
- Struktur pemerintahan Kerajaan Aceh terdiri atas pemerintah pusat (kerajaan), pemerintah daerah (kehulubalangan), dan pemerintah desa. Adapula beberapa federasi di bawah pemerintahan Kerajaan Aceh yang dikenal dengan sebutan Sangoe.
- Dalam menjalankan pemerintahan, sultan yang bergelar Sultan Imam Adil akan dibantu oleh sekretaris negara yang bergelar Keurukon Katibul Muluk.
Aturan yang diberlakukan pun juga jelas. Adapun beberapa peraturan itu adalah:
- Aturan yang dibuat sultan berlaku untuk para penguasa dan rakyat biasa yang berada di bawah naungan Kerajaan Aceh.
- Sultan harus memiliki kepribadian terbuka saat rakyat menyampaikan aspirasi dan mengadukan masalah. Sultan pun juga harus bisa memberikan solusi yang adil terhadap setiap masalah rakyatnya.
- Sultan harus adil dan beriman dalam menjalankan jabatannya.
- Saat menghukum rakyatnya, sultan harus bersikap lembut dan berkata sopan supaya rakyat tidak tersakiti meskipun ia terbukti salah.
- Sultan diwajibkan bekerja dengan baik sesuai jabatannya supaya ia bisa mendapatkan pahala yang senilai dengan hasil kerjanya.
- Dalam membuat kebijakan, sultan bisa melakukan musyawarah dan mendengarkan nasihat dari para alim ulama.
Masa Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Aceh
Setiap kerajaan pasti mengalami masa jaya dan kemunduran, termasuk Kerajaan Aceh. Kerajaan Aceh mencapai puncak masa jaya pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda alias Sultan Meukuta Alam. Pada masa jayanya, pengaruh agama dan kebudayaan berbasis Islam begitu kuat dan besar di Aceh. Dari sinilah julukan “Serambi Mekkah” pun muncul dan tetap melekat hingga kini.
Selain memiliki pengaruh agama dan kebudayaan Islam yang kuat, Kerajaan Aceh juga berkuasa di sektor perdagangan dengan menjadi bandar transit yang menghubungkan para pedagang Islam di wilayah barat.
Pada tahun 1641, Kerajaan Aceh mengalami keruntuhan setelah ditinggal Sultan Iskandar Thani. Faktor utama keruntuhan kerajaan ini adalah perebutan kekuasaan di antara para pewaris tahta Kerajaan Aceh pada masa itu.
Kekuasaan Belanda yang semakin kuat atas Selat Malaka dan Pulau Sumatera juga mempengaruhi kejatuhan Kerajaan Aceh. Pada tahun-tahun terakhir masa pemerintahan Kerajaan Aceh, Belanda terus-menerus melakukan penyerangan terhadap kerajaan ini selama 40 tahun. Setelah penyerangan yang lama itu, Kerajaan Aceh pun jatuh ke tangan Belanda.
Baca juga: Benteng Jepang Anoi Itam, Bukti Sejarah Perang Dunia II di Sabang Aceh
Peninggalan Kerajaan Aceh
Walaupun Kerajaan Aceh sudah tidak eksis lagi, kerajaan ini masih meninggalkan peninggalan sejarah yang masih ada hingga sekarang. Beberapa peninggalan tersebut adalah:
1. Taman Putroe Phang
Semasa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, peninggalan ini dulunya adalah sebuah taman hiburan yang indah dan memiliki kolam. Taman ini dulunya difungsikan sebagai tempat hiburan sekaligus tempat bercengkerama bagi keluarga kerajaan.
Pada masa itu, taman ini memiliki berbagai jenis bunga, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Saat ini, Taman Putroe Phang menjadi salah satu objek wisata yang dikunjungi masyarakat Aceh dan wisatawan pada umumnya.
2. Tiga Meriam
Peninggalan ini pertama kali ditemukan di Desa Arongan, Kecamatan Arongan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat/Meulaboh. Peninggalan yang berupa tiga buah meriam dan beberapa ornamen bangunan ini diduga merupakan peninggalan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Menurut beberapa sumber, tiga meriam tersebut digunakan Sultan Iskandar Muda untuk mempertahankan Kerajaan Aceh dari serangan penjajah.
3. Masjid Raya Baiturrahman
Ini adalah peninggalan Kerajaan Aceh yang paling ikonik. Seperti dua peninggalan sebelumnya, peninggalan ini juga dibuat pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Peninggalan dari Kerajaan Aceh Darussalam ini terletak di pusat Kota Aceh, tepatnya di Kota Banda Aceh, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh, Provinsi Aceh.
Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga merupakan simbol agama, budaya, kekuatan, semangat, perjuangan, dan nasionalisme rakyat Aceh. Pada peristiwa Gempa dan Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 silam, masjid ini menjadi satu-satunya bangunan yang selamat dari bencana alam tersebut.
Baca juga: Sekilas tentang 5 Kerajaan Islam Pertama di Indonesia
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Aceh
https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/30/204418979/kerajaan-aceh-raja-raja-puncak-kejayaan-keruntuhan-dan-peninggalan?page=all
https://www.acehprov.go.id/halaman/sejarah-provinsi-aceh#:~:text=Kesultanan%20Aceh%20mencapai%20puncak%20kejayaannya,Mekkah%E2%80%9D%20(Serambi%20Mekkah).
https://www.gramedia.com/literasi/pendiri-kerajaan-aceh/
https://www.readers.id/read/mengintip-peninggalan-kerajaan-aceh/index.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Baiturrahman_Banda_Aceh
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News