Mengenal Berbagai Tradisi Bulan Syawal di Jawa Tengah

Mengenal Berbagai Tradisi Bulan Syawal di Jawa Tengah
info gambar utama

Bulan Syawal menjadi bulan kemenangan bagi umat Islam. Kemenangan ini diraih setelah umat Islam berhasil melawan hawa nafsu selama satu bulan, yakni selama bulan Ramadan. Selain saling bersilaturahim dan bermaafan dengan sesama, umat Islam juga mengungkapkan perasaan syukur kepada Tuhan pada bulan Syawal ini.

Ungkapan rasa syukur dimanifestasikan melalui berbagai tradisi yang berkembang di masyarakat Indonesia. Biasanya tradisi tersebut digelar pada 8 Syawal, saat Lebaran Ketupat berlangsung. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan tradisi-tradisi tersebut digelar sebelum atau sesudah tanggal 7.

Berikut beragam tradisi Syawal atau Syawalan di berbagai daerah Indonesia.

Semarak Tradisi Syawalan dari Berbagai Daerah di Indonesia

Pesta Lomban di Jepara

Tradisi Lomban di Jepara © Pemprov Jateng
info gambar

Pesta Lomban merupakan upacara sedekah laut yang digelar para 8 Syawal di kawasan Jepara, Jawa Tengah. Pesta Lomban digelar dengan melarungkan kepala kerbau dan membawa gunungan yang berisi ketupat. Gunungan tersebut nantinya diperebutkan oleh para warga yang turut hadir dalam acara tersebut.

Kepala kerbau dalam Lomban dilarungkan ke tengah laut menggunakan miniatur kapal. Pelarungan ini merupakan wujud atau simbol dari perasaan syukur dan doa.

Pelaksanaan Pesta Lomban sangat meriah mengingat ratusan kapal di pesisir Jepara turut mengarak prosesi pelarungan kepala kerbau. Tidak hanya itu, Pesta Lomban, dalam perayaanya selalu dibuka dengan iringan rebana dan suguhan tarian tradisional khas masyarakat nelayan, yakni tari Sernemi.

Sedekah Laut Larung Sembonyo: Warisan Budaya Kabupaten Trenggalek yang Syarat Akan Nilai

Sewu Kupat di Kudus

Gunungan ketupat © Tribun Jateng
info gambar

Di Kudus, tradisi Syawalan yang terkenal ialah Sewu Kupat. Dinamakan Sewu Kupat karena saat pelaksanaan tradisi, ada sekitar seribu ketupat yang dihadirkan dan diarak oleh warga. Tidak hanya ketupat, tradisi ini juga menghadirkan gunungan yang menyajikan berbagai hasil bumi lereng Gunung Muria dan jajanan tradisional.

Ketupat dan gunungan itu terlebih dahulu didoakan bersama di makam Sunan Muria. Kemudian, gunungan tersebut diarak menuju Taman Ria Colo dan diperebutkan oleh warga,

Disebutkan, angka sewu (seribu) digunakan karena memiliki makna simbolis gotong-royong di antara masyarakat dan pemerintah dalam mengangkat kearifan lokal dan sejarah religi di Kudus.

Tidak hanya seribu ketupat utuh, tahun ini, penyelenggara Sewu Kupat juga menyediakan 4.000 porsi ketupat yang dapat dimakan secara gratis oleh masyarakat yang turut mengikuti tradisi tersebut.

Tradisi Sewu Kupat di Lereng Gunung Muria, Ajang Warga "Ngalap Berkah"

Larung Sesaji di Demak

Miniatur kapal untuk meletakkan sesaji © Diskominfo Demak
info gambar

Di Demak, tradisi bulan Syawal berupa larung sesaji yang digelar oleh Warga Desa Bungo Kecamatan Wedung. Ugo rampe sesaji yang akan dilarung ditengah laut berupa kepala kambing, jajan pasar, kelapa muda, bubur dan makanan khas Hari Raya Idul Fitri.

Larung sesaji ini juga dikenal sebagai sedekah laut. Acara kegiatan sedekah laut dan Syawalan biasanya juga diramaikan dengan pentas seni ketoprak serta wisata kuliner.

Ritual Larung Perahu Upaya Orang Bangka Belitung agar Laut Bisa Rehat

Lopis Raksasa atau Lopisan di Pekalongan

Di Pekalongan, tradisi bulan Syawal menggunakan lopis. Lopis ageng (raksasa) seberat 2.352 kg dengan tinggi 198 cm dan diameter 85 cm siap dipotong pada acara yang berlangsung di Krapyak, Pekalongan Utara, Kota Pekalongan.

Proses pembuatan lopis ini tidak mudah. Masyarakat perlu memasak selama 3-4 hari di dandang yang berukuran besar. Lopis digunakan mengingat makanan ini terbuat dari beras ketan yang memiliki daya rekat yang kuat. Oleh karena itu, lopis menyimbolkan persatuan.

Bukan Sekadar Makanan: Mengungkap Rahasia Dibalik Tradisi Bodo Lopis Raksasa Pekalongan

Lebaran Sapi di Boyolali

Lebaran Sapi di Boyolali © Antara
info gambar

Tradisi unik ada di Boyolali. Tangal 8 Syawal, masyarakat Boyolali, khususnya Desa Srunuk, Kecamatan Musuk, Boyolali justru mengadakan Lebaran sapi. Pada tradisi ini, masyarakat mengarak sapi keliling kampung. Tidak hanya itu, masyarakat juga membawa gunungan hasil bumi yang nantinya diberikan kepada sapi.

Tradisi Syawal berupa Lebaran Sapi ini merupakan wujud syukur masyarakat Boyolali atas hasil hewan ternak sapi yang baik, sekaligus untuk mengangkat potensi hewan ternak sapi di lereng Gunung Merapi.

Tungguk Tembakau: Kebudayaan Lokal Simbol Harmonisasi Masyarakat Lereng Merbabu Boyolali

Sesaji Rewanda di Semarang

Sesaji Rewanda © Radio Idola
info gambar

Sesaji rewanda merupakan tradisi yang dilakukan untuk memberikan makanan kepada para kera. Hal ini sesuai namanya, yakni "sesaji" yang bermakna hadiah dan "rewanda" berarti monyet.

Makanan tersebut berupa gunungan Sego Kethek atau nasi monyet. Gunungan sego kethek berisi nasi, sayuran lengkap dengan lauk pauk berupa tahu dan tempe yang dibungkus daun jati. Biasanya, gunungan sego kethek memiliki tinggi hingga 2,5 meter.

Tradisi ini biasanya digelar pada 3 Syawal oleh warga kampung Talun kacang, Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunung Pati, Semarang.

Sesaji Rewanda: Bagaimana Monyet Membantu Sunan Kalijaga Membangun Masjid Agung Demak

Grebeg Syawal di Yogyakarta dan Solo

Grebeg Syawal di Yogyakarta © Kabar BUMN
info gambar

Tradisi paling populer di masyarakat saat Syawal ialah Grebeg Syawal. Grebeg Syawal digelar di Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Grebeg Syawal di Keraton Yogyarakta biasanya digelar pada 2 Syawal, tepat saat Hari Raya Idulfitri.

Tahun ini, Grebeg Syawal digelar pada 11 April atau 2 Syawal dengan mengeluarkan lima jenis gunungan. Gunungan yang berjumlah enam buah itu dibagikan kepada masyarakat di beberapa tititk, di antaranya Masjid Gedhe Kauman, Kepatihan Puro Pakualaman, dan Ndalem Mangkubumen. Lima gunungan tersebut yakni Gunungan Kakung, Gunungan Estri.

Pembagian gunungan ini merupakan langkah antisipatif pihak Keraton untuk menghindari bentrok dan kejadian yang tidak diinginkan saat berebut gunungan.

"Jika biasanya gunungan yang diperebutkan masyarakat, kini diubah hanya dibagikan ke para pengunjung. Ini bertujuan agar kegiatan berjalan dengan baik dan pengunjung kebagian semua. Alhamdulillah semua kebagian karena kita dibantu keamanan baik dari Pengulon maupun TNI Polri dan keamanan," jelas Kahartakan Keraton Yogyakarta, KMT Sarihartokodipuro.

Berbeda dengan Yogya, Grebeg Syawal di Solo digelar pada 14 April atau 4 Syawal 1445 Hijriah. Tradisi ini selalu digelar sebagai upaya untuk terus melestarikan peninggalan Sultan Agung pada zaman Kerajaan Mataram Islam.

Gadis Genit dalam Sajian Prawan Kenes, Kuliner Khas Yogyakarta

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini